Di dalam pramuka dan kepramukaan ternyata
sering kali terdapat 'salah kaprah'. Kaprah sendiri memiliki arti
lazim, sehingga salah kaprah adalah kesalahan yang saking umum (sering)
dilakukan sehingga dianggap lazim, bahkan dianggap tidak salah. Karena
itu, salah kaprah dalam kepramukaan ini adalah segala hal yang
seharusnya salah namun biasa dilakukan dan dianggap lumrah (bahkan
dianggap benar).
Apa saja salah kaprah dalam pramuka itu? Materi TEKPRAM mencatat sedikitnya delapan salah kaprah yang sering ditemukan di dalam kepramukaan dan Gerakan Pramuka. salah kaprah ini bisa saja dilakukan oleh orang-orang di luar kepramukaan, bahkan oleh anggota Gerakan Pramuka sendiri.
Di berbagai kesempatan masih saja sering kita mendengar orang mengatakan 'Hari Ulang Tahun Pramuka' untuk menyebut peringatan yang dirayakan pada tanggal 14 Agustus.
Ini sebenarnya salah kaprah! Dalam Gerakan Pramuka tidak dikenal istilah peringatan Hari Ulang Tahun. Yang ada adalah Hari Pramuka yang diperingati setiap tanggal 14 Agustus. Di mana sejak tahun 1960-an berbagai pihak (termasuk pemerintah) berusaha untuk menyatukan gerakan kepanduan di Indonesia. Puncaknya pada tanggal 20 Mei 1961 terbitlah Keputusan Presiden R.I Nomor 238 Tahun 1961 yang menetapkan Gerakan Pramuka sebagai satu-satunya organisasi yang ditugaskan menyelenggarakan pendidikan kepanduan di Indonesia. Tindak lanjutnya, pada tanggal 14 Agustus 1961 dilakukan pelantikan Mapinas (Majelis Pimpinan Nasional), Kwartir Nasional, dan Kwarnari oleh Presiden RI, Ir. Soekarno, dilanjutkan dengan penganugerahan panji-panji kepramukaan. Tanggal 14 Agustus inilah yang kemudian diperingati sebagai Hari Pramuka setiap tahunnya.
Tentang penggunaan istilah Hari Pramuka, jelas tertuang dalam Anggaran Dasar (Bab I Pasal 1 Ayat (6)). Tentang ini dapat pula membaca sejarah kepramukaan di Indonesia.
Salah kaprah kedua dan yang masih terus terjadi adalah adanya larangan setangan leher menyentuh tanah. Setangan leher dianggap sebagai perlambang bendera Merah Putih yang harus dihormati layaknya bendera merah putih.
Mitos ini kerap diturunkan dari pembina pramuka ke adik didiknya maupun dari senior kepada yuniornya. Jika ada yang pramuka yang setangan lehernya sampai menyentuh tanah atau kotor, maka siap-siap menerima sanksi berat. Karena membiarkan setangan leher menyentuh tanah sama halnya dengan membiarkan bendera merah putih menyentuh tanah. Dan itu pelecehan besar terhadap negara dan bangsa!
Padahal setangan leher pramuka, bukanlah bendera merah putih. Pengertian, bentuk, penggunaan, dan aturan tentang bendera merah putih dimuat dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Dalam peraturan tersebut jelas, setangan leher pramuka bukanlah bendera merah putih.
Berbagai peraturan dalam Gerakan Pramuka (mulai dari UU Nomor 12 Tahun 2010; SK Kwarnas; maupun Surat Edaran) tidak ditemukan satupun yang melarang setangan leher pramuka menyentuh tanah. Selengkapnya bisa dibaca: Bolehkan Setangan leher Menyentuh Tanah?
Jadi setangan leher pramuka tidak boleh menyentuh tanah adalah sebuah salah kaprah (bahkan mitos) yang berlaku turun menurun tanpa dasar! Padahal seharusnya setangan leher pramuka adalah salah satu bagian dari tanda pengenal pramuka (layaknya Tanda WOSM, TKU; Tanda Regu) juga salah satu bagian dari seragam pramuka. Baik sebagai tanda pengenal maupun seragam pramuka, sudah seharusnya kita jaga, rawat, dan hormati tetapi jangan berlebihan.
Penyebutan "pangkal" (dan juga "jangkar") sebagai sebuah ikatan adalah salah kaprah selanjutnya. Menyebut sebagai 'Ikatan pangkal' dan 'Ikatan Jangkar' bisa jadi didasari atas pemahaman atas ikatan yang diartikan sekedar sebagai "ikatan adalah pertautan antara tali dengan benda lain (semisal kayu)".
Definisi tersebut terlalu sederhana dan menimbulkan kerancuan. Dengan berdasar pengertian tersebut, bisa jadi saat kita melingkarkan tali di tongkat, maka langsung disebut ikatan. Contoh lain:
Delapan salah kaprah dalam kepramukaan ini yang sempat Materi TEKPRAM daftar. Mungkin kakak-kakak pembina maupun anggota pramuka lainnya dapat menambahkan salah-kaprah-salah-kaprah lainnya yang sering terjadi.
Apa saja salah kaprah dalam pramuka itu? Materi TEKPRAM mencatat sedikitnya delapan salah kaprah yang sering ditemukan di dalam kepramukaan dan Gerakan Pramuka. salah kaprah ini bisa saja dilakukan oleh orang-orang di luar kepramukaan, bahkan oleh anggota Gerakan Pramuka sendiri.
1. Hari Ulang Tahun Pramuka
Di berbagai kesempatan masih saja sering kita mendengar orang mengatakan 'Hari Ulang Tahun Pramuka' untuk menyebut peringatan yang dirayakan pada tanggal 14 Agustus.
Ini sebenarnya salah kaprah! Dalam Gerakan Pramuka tidak dikenal istilah peringatan Hari Ulang Tahun. Yang ada adalah Hari Pramuka yang diperingati setiap tanggal 14 Agustus. Di mana sejak tahun 1960-an berbagai pihak (termasuk pemerintah) berusaha untuk menyatukan gerakan kepanduan di Indonesia. Puncaknya pada tanggal 20 Mei 1961 terbitlah Keputusan Presiden R.I Nomor 238 Tahun 1961 yang menetapkan Gerakan Pramuka sebagai satu-satunya organisasi yang ditugaskan menyelenggarakan pendidikan kepanduan di Indonesia. Tindak lanjutnya, pada tanggal 14 Agustus 1961 dilakukan pelantikan Mapinas (Majelis Pimpinan Nasional), Kwartir Nasional, dan Kwarnari oleh Presiden RI, Ir. Soekarno, dilanjutkan dengan penganugerahan panji-panji kepramukaan. Tanggal 14 Agustus inilah yang kemudian diperingati sebagai Hari Pramuka setiap tahunnya.
Tentang penggunaan istilah Hari Pramuka, jelas tertuang dalam Anggaran Dasar (Bab I Pasal 1 Ayat (6)). Tentang ini dapat pula membaca sejarah kepramukaan di Indonesia.
2. Setangan Leher Tidak Boleh Menyentuh Tanah
Salah kaprah kedua dan yang masih terus terjadi adalah adanya larangan setangan leher menyentuh tanah. Setangan leher dianggap sebagai perlambang bendera Merah Putih yang harus dihormati layaknya bendera merah putih.
Mitos ini kerap diturunkan dari pembina pramuka ke adik didiknya maupun dari senior kepada yuniornya. Jika ada yang pramuka yang setangan lehernya sampai menyentuh tanah atau kotor, maka siap-siap menerima sanksi berat. Karena membiarkan setangan leher menyentuh tanah sama halnya dengan membiarkan bendera merah putih menyentuh tanah. Dan itu pelecehan besar terhadap negara dan bangsa!
Padahal setangan leher pramuka, bukanlah bendera merah putih. Pengertian, bentuk, penggunaan, dan aturan tentang bendera merah putih dimuat dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Dalam peraturan tersebut jelas, setangan leher pramuka bukanlah bendera merah putih.
Seorang pramuka melakukan kegiatan dengan tetap menggunakan setangan lehernya |
Berbagai peraturan dalam Gerakan Pramuka (mulai dari UU Nomor 12 Tahun 2010; SK Kwarnas; maupun Surat Edaran) tidak ditemukan satupun yang melarang setangan leher pramuka menyentuh tanah. Selengkapnya bisa dibaca: Bolehkan Setangan leher Menyentuh Tanah?
Jadi setangan leher pramuka tidak boleh menyentuh tanah adalah sebuah salah kaprah (bahkan mitos) yang berlaku turun menurun tanpa dasar! Padahal seharusnya setangan leher pramuka adalah salah satu bagian dari tanda pengenal pramuka (layaknya Tanda WOSM, TKU; Tanda Regu) juga salah satu bagian dari seragam pramuka. Baik sebagai tanda pengenal maupun seragam pramuka, sudah seharusnya kita jaga, rawat, dan hormati tetapi jangan berlebihan.
3. Ikatan Pangkal
Penyebutan "pangkal" (dan juga "jangkar") sebagai sebuah ikatan adalah salah kaprah selanjutnya. Menyebut sebagai 'Ikatan pangkal' dan 'Ikatan Jangkar' bisa jadi didasari atas pemahaman atas ikatan yang diartikan sekedar sebagai "ikatan adalah pertautan antara tali dengan benda lain (semisal kayu)".
Definisi tersebut terlalu sederhana dan menimbulkan kerancuan. Dengan berdasar pengertian tersebut, bisa jadi saat kita melingkarkan tali di tongkat, maka langsung disebut ikatan. Contoh lain:
- Ketika kita membuat sebuah simpul tiang untuk menali leher binatang, maka namanya pun berubah menjadi ikatan tiang
- Ketika membuat simpul perusik (anyam berganda) dan menautkannya di benda lain, maka namanya berubah menjadi ikatan perusik
- Simpul tambat dan simpul tangga pun berubah menjadi ikatan tambat dan ikatan tangga karena keduanya pasti ditautkan di benda lain
- Simpul tarik yang harus ditautkan di benda lain sehingga bisa digunakan untuk naik atau turun (semisal menuruni tebing) pun namanya berubah menjadi ikatan tarik.
Seharusnya pengertian dari ikatan tidak sekedar 'pertautan antara tali dengan benda lain (semisal kayu)". Akan tetapi dengan ""rangkaian tali dengan susunan tertentu yang digunakan untuk menautkan (menyatukan) dua atau lebih benda lain".
Sehingga yang menjadi inti dari ikatan adalah kegunaannya yaitu
"menautkan dua / lebih benda lain" bukan sekedar "menaut di benda lain".
Dengan pengertian yang komplit tersebut simpul pangkal dan simpul jangkar akan tetap menjadi simpul. Ulasan lebih lengkap baca : Simpul Pangkal ataukah Ikatan Pangkal?
4. Tanda Pelantikan
Tidak sedikit yang menganggap tanda pelantikan
adalah tanda yang dipasang di lengan baju sebelah kiri (pada pramuka
Siaga dan Penggalang) atau di lidah baju (Pramuka Penegak dan Pandega).
Padahal tanda tersebut seharusnya adalah Tanda Kecakapan Umum, salah
satu bagian dari Tanda Kecakapan dalam Gerakan Pramuka.
Lalu yang manakah Tanda Pelantikan itu? Tanda Pelantikan adalah tanda
berbentuk belah ketupat yang pada pakaian seragam pramuka di pasang di
saku sebelah kiri (pada anggota putra) atau dada sebelah kiri (Siaga
Putra). Sedang pada pramuka putri berbentuk lingkaran yang dipasang di
kerah baju sebelah kiri.
Disebut tanda pelantikan karena tanda ini hanya boleh digunakan setelah
orang tersebut resmi dilantik menjadi anggota Gerakan Pramuka. Bukan
dilantik karena lulus SKU.
Tanda Pelantikan Pramuka |
5. Ketua Regu
Pernah mendengar orang menyebut ketua barung, ketua regu, ketua sangga,
wakil ketua regu dan sejenisnya? Penyebutan ketua regu adalah salah
kaprah.
Dalam satuan kelompok terkecil tersebut, tidak menggunakan istilah
ketua, namun pemimpin. Di dalam berbagai peraturan tentang kepramukaan
pun tidak satupun yang menyebutnya sebagai 'ketua regu'.
Antara pemimpin dengan ketua memiliki makna yang berbeda. Dalam barung,
regu, dan sangga, pada hakekatnya masing-masing memiliki derajat yang
sama. Tidak ada ketua dan anak buah. Yang ada adalah salah satu
diantaranya dipercaya untuk memimpin teman-temannya yang lain untuk
sama-sama belajar dan berlatih. Kedudukan sebagai pemimpin ini pun
harusnya dijabat secara bergantian agar masing-masing anggota memiliki
pengalaman dalam memimpin.
6. Dewan Kerja Ambalan
Di Kwartir Nasional terdapat Dewan Kerja Nasional (DKN), di daerah
terdapat Dewan Kerja Daerah (DKD), di cabang terdapat Dewan Kerja Cabang
(DKD), dan di ranting terdapat Dewan Kerja Ranting (DKR). Mungkin
lantaran itu lah kemudian ada yang latah membuat Dewan Kerja Ambalan
(DKA) di tingkat ambalan penegak. Kok tidak dibuat Dewan Kerja
Gugusdepan (DKG) sekalian?
Dalam Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Nomor: 214 Tahun 2007
tentang Petunjuk Penyelenggaraan Dewan Kerja Pramuka Penegak dan Pramuka
Pandega disebutkan bahwa Dewan Kerja adalah wadah pembinaan dan
pengembangan kaderisasi kepemimpinan di tingkat Kwartir yang beranggotakan Pramuka Penegak dan Pramuka Pandega Puteri Putera.
Sehingga (lihat yang bergaris bawah), Dewan Kerja hanya dibentuk di
tingkat Kwartir saja. Tidak sampai ke tingkat Gugusdepan apalagi
Ambalan.
Di gugusdepan adanya adalah Dewan Kehormatan Gugusdepan yang
beranggotakan dari unsur Majelis Pembimbing, Ketua Gudep, Pembina
Satuan, dan Dewan Penegak/Pandega (jika diperlukan). Tugasnya adalah
memutuskan pemberian anugerah, penghargaan, dan sanksi bagi anggota
gugusdepan tersebut.
Organisasi yang terdapat di tingkat Ambalan adalah Dewan Kehormatan
Penegak dan Dewan Ambalan Penegak atau disingkat Dewan Penegak. Dewan
Kehormatan Penegak bertugas menentukan pelantikan, pemberian
penghargaan, rehabilitasi anggota, dan memutuskan peristiwa terkait
kehormatan Pramuka Penegak. Dewan Ambalan Penegak (Dewan Penegak)
memiliki tugas membantu pembina pramuka dalam merancang, melaksanakan,
mengevaluasi program kegiatan serta merekrut anggota baru.
Dalam golongan pramuka yang lain juga terdapat Dewan Kehormatan seperti
Dewan Kehormatan Penggalang, Dewan Kehormatan Pandega. Juga terdapat
Dewan Perindukan Siaga, Dewan Pasukan Penggalang dan Dewan Racana
Penegak.
Biasanya yang sering kali dianggap sebagai Dewan Kerja Ambalan adalah Dewan Ambalan Penegak atau Dewan Penegak. Baca : Jangan Mau Menjadi Dewan Kerja Ambalan.
7. Pelatih Pramuka
Salah kaprah selanjutnya adalah penyebutan pembina pramuka sebagai pelatih pembina. Keduanya sebenarnya berbeda.
Pembina pramuka adalah anggota dewasa Gerakan Pramuka yang melakukan
proses pembinaan dan pendidikan kepramukaan bagi anggota muda. Pembina
pramuka terdiri atas pembina siaga, pembina penggalang, pembina penegak,
dan pembina pandega. Seorang pembina pramuka harus telah menyelesaikan
Kursus Pembina Pramuka Mahir Lanjutan (KML).
Sedang pelatih pramuka adalah anggota dewasa Gerakan Pramuka yang
bertugas di Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) untuk melakukan
pembinaan dan pendidikan kepada pembina pramuka. Seorang pelatih pembina
pramuka setidaknya telah lulus Kursus Pelatih Pembina Dasar (KPD).
Singkatnya, pembina pramuka adalah orang yang membina peserta didik
(siaga, penggalang, penegak, dan pandega), sedang pelatih pembina
membina pembina pramuka.
8. Jenjang Anggota Pramuka
Jenjang keanggotan pramuka (peserta didik) atau penggolongan anggota
muda pramuka kerap dikaitkan dengan jenjang sekolahnya. Di SD (Sekolah
Dasar) tingkatannya adalah Siaga dan Penggalang, di SMP adalah
Penggalang, di SMA adalah Penegak, dan di Perguruan Tinggi adalah
Pandega.
Setiap pramuka yang telah masuk SMA adalah pramuka penegak. Pun setiap pramuka yang masuk perguruan tinggi adalah pandega.
Padahal penggolongan peserta didik pramuka tidak didasarkan pada tingkat pendidikannya melainkan pada usianya.
- Pramuka Siaga (berusia antara 7-10 tahun)
- Pramuka Penggalang (berusia antara 11-15 tahun)
- Pramuka Penegak (berusia antara 16-20 tahun)
- Pramuka Pandega (berusia antara 21-25 tahun)
Berdasarkan batasan usia tersebut jika ada anggota pramuka yang belum
berusia 16 tahun harusnya tetap menjadi seorang Pramuka Penggalang
meskipun telah bersekolah di SMA. Tetapi yang kerap terjadi (hingga jadi
salah kaprah), meskipun belum 16 tahun seorang siswa SMA langsung
dijadikan pramuka penegak dan menjadi anggota ambalan di SMA tersebut.
Pun pada perguruan tinggi. Jarang sekali ada ambalan penegak di
Perguruan Tinggi. Padahal sangat banyak pramuka berusia di bawah 21
tahun yang telah berstatus mahasiswa. Jika mengikuti kegiatan kepramukan
di Perguruan Tinggi tersebut, berapapun usianya, mereka langsung
menjadi Pandega dan menjadi anggota Racana.
Delapan salah kaprah dalam kepramukaan ini yang sempat Materi TEKPRAM daftar. Mungkin kakak-kakak pembina maupun anggota pramuka lainnya dapat menambahkan salah-kaprah-salah-kaprah lainnya yang sering terjadi.
Comments
Post a Comment